Minggu, 24 Oktober 2010

Intelektual Jalanan




       Ini adalah kisah tentang memperjuangkan sebuah pilihan, pemiikiran, jalan hidup, agar sejalan dengan tuntunan kata hati yang kami dengar. Tentang bagaimana kami berupaya sekuat tenaga melepaskan setiap kekangan aturan baku, kaku, yang membekukan arti kebebasan yang belum kami temukan. Kami bertiga bukanlah sahabat dengan banyak kesamaan. Ada banyak perbedaan, terlalu banyak malahan. Tapi kami menghargai dan mensyukuri semua ini, sebab dari situ kami tahu, itulah kekayaan warna yang kami punya. Satu - satunya kesamaan yang kami miliki, kami sangat membenci jika langkah kami terhalang oleh aturan yang sudah seharusnya cuma dipajang atau bahkan sepantasnya harus dibuang, tapi masih saja dibanggakan, dijadikan alasan untuk menghancurkan mimpi dan obsesi orang - orang seperti kami. Manusia yang lebih memilih jalan hidup beda dengan mereka. Oh hampir lupa, ternyata masih ada satu lagi kesamaan kami. Betah berjam - jam menghabiskan malam di warung kopi, bercerita tentang semua hal sampai pagi. Dari situlah persahabatan kami dimulai.


         Mada. Seorang idealis, pecinta sastra, begitu mahir membolak balikkan  kata. Terkadang lawan bicaranya harus menyerah kalah, ketika menghadapi seni retorika yang dia punya. Meskipun, jujur saja, kecerdasan intelektualnya sebenarnya tak seberapa. Satu hal yang menarik darinya, dia selalu bercerita tentang obsesi - obsesi terbesarnya. Menerbitkan karya sastra, mengubah watak orang dengan kata - kata yang dia rangkai, dan tentu saja, mewujudkan semua itu menjadi nyata. Jiwanya begitu lembut. Tapi secara tiba - tiba dia bisa meledak hebat, saat emosi yang selalu dia tutupi tak dapat terbendung lagi. Saat merasa diremehkan. Saat kesenangannnya menikmati karya sastra dinilai sebagai sesuatu yang tak bernilai. Dia tidak menyukai segala sesuatu yang tampak resmi, legal-formal, tapi dia tidak antipati dengan itu semua. Dia mampu berkompromi untuk melebur dengan orang - orang yang seringkali berusaha menusuknya dari belakang, yang menganggap semua pemikirannya hanyalah penyakit, bencana, yang bisa meracuni ideologi kebanggaan mereka. Harus terus dicurigai dan diwaspadai. Itulah salah satu kelebihannya, mampu bertahan dan menyatu dengan lingkungan yang sama sekali tidak mendukungnya.
     
         Sangat berbeda dengan sahabatku lainnya, Razak. Berwatak keras, penuh totalitas, ambisius, dan saat sendiri, dia akan tampak sangat reilijus. Sangat anti dengan segala hal yang berbau aristokrasi. Sesuatu yang dia katakan dengan, hegemoni kaum beruntung diatas kehinaan orang - orang mulia. Dia tak pernah bersedia terlibat dalam jajaran struktur formal dimanapun dia tinggal. Entah berapa kali dia diminta mengurusi organisai santri, bahkan kepengurusan pesantren. Dan entah berapa kali juga dia harus ngotot menolak, beradu argumen, bahkan pernah kabur menghilang ketika terus dipaksa. Baginya, masuk dalam struktural formal adalah sebuah pengkhianatan terhadap kaum proletarian. Sepert itulah dia namakan jalan hidup yang dia perjuangkan. Kadang aku sempat berpikir, bagaimana bisa orang seperi Razak, yang bisa dikatakan termasuk orang beruntung, memilih prinsip yang sangat ironis dengan latar belakang profilnya. Berasal dari keluarga elite, kalangan menengah ke atas, cerdas, dan memenuhi semua syarat menjadi aristokrat. Satu hal yang pernah kudengar darinya, ketika diminta menjelasankan alasan sikapnya ini. Dia hanya katakan, agama kita tidak mengajarkan kita untuk untuk membeda - bedakan manusia, hanya dari kedudukan mereka dimata manusia lainnya. Sikap dan prinsip yang sangat layak mendapat apresiasi. Bukti label intelektual jalanan yang aku berikan tidak salah. Seorang intelektual yang tidak pernah menghentikan langkahnya, hanya sampai pagar yang membatasinya, tapi terbang jauh, melompati pagar - pagar itu demi menemukan jati diri yang dia cari.

           Sedangkan aku. Aku lebih menyukai bermain di balik layar. Penuh misteri dan tetap tersembunyi, namun setidaknya masih mampu memberikan sebuah arti. Seperti arti yang aku berikan kepada dua sahabatku. Sekedar memberi sugesti, motivasi, dan sesekali kuracuni ideologi mereka yang telah usang, menyegarkannya dengan pemikiran - pemikiran yang aku tawarkan. Tapi tetap dengan cara tersembunyi, tanpa mereka sadari.


by_madAs

0 comments:

Posting Komentar