Sabtu, 16 Oktober 2010

JENDELA

Pernah kudengar, seorang tua berkata " Banyak jalan untuk melihat dunia ". Saat kucoba pahami setiap makna huruf yang menyusun kalimat penuh misteri dan hikmah terpendam itu, kudatangi setiap hal yang dari situ dunia dapat kulihat dengan cara berbeda. Buku, televisi, surat kabar, hingga isi kepala orang - orang yang telah menemukan banyak cerita di jagad panggung operet kehidupan dunia. Hanya satu tempat aku benar - benar bisa menikmati dunia realita secara lebih dekat, tanpa banyak kebohongan. Dunia dengan wajah aslinya. Namun tetap dengan cara tersembunyi, tanpa harus diketahui aktor - aktor yang biasa berpura - pura menutupi kebusukannya, untuk sekedar mencari simpati, bahkan empati dari penonton dan aktor lainnya. Tempat itu hanya dapat ditemukan dengan sempurna dari balik sebuah jendela. Jendela yang telah sering terabaikan. Hanya di buka pada pagi hari, dan ketika malam menjelang ditutupi dengan tirai yang menutupi aib aktor - aktor yang ingin beristirahat dari rutinitas peran yang seharian mereka jalani.


Dari balik jendela aku bisa temukan sisi kejujuran manusia. Anak - anak bisa tertawa tanpa takut tamparan dan omelan ayah ibu mereka. Melupakan sejenak ancaman guru mereka jika sampai tidak mengerjakan tugas sekolah. Begitu jelas terlihat raut kebingungan lelaki dewasa penjual bakso keliling memikirkan beban tanggung jawab menafkahi anak istri mereka, sementara semakin jarang orang tertarik memesan bakso jualannya. Orang - orang yang dulu tidak segan menikmati bakso di pinggir jalan sekarang tiba - tiba lebih menyukai menikmati bakso di lapak - lapak bakso yang semakin menjamur, bersaing menyediakan fasilitas - fasilitas tak penting. Aku tertawa kecil saat seketika raut muka itu hilang, atau secara ajaib dia hilangkan ketika secara tidak sengaja berjumpa dengan teman kecil yang masih tetap menjadi langganan setianya. Aku yakin dia akan sangat malu jika kebingungannya saat itu diketahui seluruh dunia. Dan salah satu yang paling kunanti dari tontonan ini, ketika karakter seorang gadis remaja memainkan perannya. Dengan durasi tak sampai 10 detik, dia hanya lewat mengendarai skuter matic putih, terburu - buru mengejar batas waktu pagar sekolahnya terkunci, tertutup bagi siapapun. Satu hal lucu yang selalu terlihat pada adegan ini, dia baru akan menutup resleting sweaternya saat lewat didepan rumah kost yang kutinggali. Aku tak tahu apa dia punya alasan khusus untuk itu. Yang jelas dalam momentum yang sangat singkat itu aku bisa begitu menikmati dan mampu merekam setiap detail scene yang selalu sama, sambil menunggu jika beruntung aku bisa dapatkan bonus adegan lain yang berdurasi lumayan panjang.

Dari balik jendela juga, tapi kali ini, jendela dari sudut rumah yang lain, aku bisa mencoba menyelami jiwa gadis itu, merekam kebiasaan - kebiasaannya yang tak biasa, menikmati segala kelembutan dari dalam setiap gerak dan tingkah lakunya, sampai aku bisa mengumpulkan daftar keunikan - keunikan yang ada pada dirinya. Tiap sore duduk merebah membaca novel remaja di teras kamarnya yang berada di lantai dua. Setelah merasa cukup, dia letakkan novel itu, mengambil gadget pemutar musik yang diletakkan diatas meja sebelah dipan panjang yang ia duduki, kemudian menikmati musik dibawah sinar matahari senja. Dan satu lagi yang tak pernah ketinggalan, kacamata hitam yang selalu ia kenakan saat merebah menikmati musik, bahkan meskipun sinar matahari tertutup kabut. Ada satu kebiasaan lagi yang tak bisa kulupakan. Sebelum tidur dia akan selalu membuka pintu kamarnya, entah untuk alasan apa, dan mematikan lampu kamarnya. Dan anehnya kemudian dia menghidupkan komputernya , duduk  mengetik sesuatu sebentar, namun belakangan aku baru tahu bahwa saat itu dia sedang menset timer komputer.

Akhirnya setelah hampir tiga bulan aku hanya bisa mengenalnya dari balik dunia jendela, kesempatan untuk mengenalnya secara lebih nyata datang juga. Lewat sebuah perkenalan yang tidak disengaja, menurut versinya, namun tidak bagiku, karena sudah sejak lama, tepatnya sekitar seminggu aku mengenalnya, aku terus memikirkan sebuah cara untuk mendekatinya. Namun entah kenapa, ketika itu aku terus saja harus menahan sabar, untuk tetap tersadar, bahwa mengenalnya secara nyata masih hanya sebuah khayalan yang terus kucipta sedemikian rupa, membuatku terus berpikir itu semua hanya kegilaanku semata. Pikirku, biarlah aku gila karenanya, daripada harus waras tapi tak pernah bermimpi tentang dia.

Sekali lagi dari balik jendela aku baru benar - benar tersadar, telah lama sinyal - sinyal ketertarikan coba dia ungkapkan. Lewat depan rumahku kostku tiap kali berangkat dan pulang sekolah. Membaca novel sebentar, sebelum mengawasiku  dengan kedok gadget pelantun musik dan kacamata hitam. Mematikan lampu saat malam hari. Dengan begitu dia bisa mengawasiku dengan leluasa, sementara lampu kamarku tak pernah terpejam. Kejutan terbesar buatku. Aku baru tahu kenapa tiap kali berangkat sekolah dia selalu terburu - buru . Ternyata semalaman dia mengawasiku, sampai memaksanya tidur di teras kamarnya, itulah mengapa tiap malam pintu kamarnya terbuka. Itu semua aku dari tahu dari balik jendela. Bedanya kali ini aku bukan sebagai subyek yang menonton cerita di balik dunia jendela. Tapi akulah tontonan itu yang tak pernah tersadar selalu diawasi seorang gadis remaja.

by.madAs

2 comments:

Anonim mengatakan...

banyak sekali pujangga mengibaratkan sesuatu dengan benda salah satunya jendela, bagi madas yang sudah pernah merasakan asyiknya jendela tersebut bisa dengan cantiknya membuat sebuah rentetan kata yang menjadi sebuah kalimat dan tersusun menjadi paragraf yang runtut dan menarik di baca para penggemar cerpen. yang saya ingin tahu kenapa anda memilih jendela, yang lebih kecil di banding pintu, apa hanya karena alasan terlalu fulgar? klo saya baca tulisan anda di ending anda akhirnya mengetahui bahwa ternya yang selama ini anda lihat lewat jendela ternyata malah terbalik dia yang selama ini mengawasi anda tanpa anda ketahui. bukahkah dia melihat lewat pintu yang sengaja terbuka bahkan kadang di teras yang malah bisa terlihat tanpa aling2? pa itu termasuk golongan orang - orang yang berpura - pura atau kecerdikan dia dalam mengamati sesuatu? terimakasih

by: naf

madAs mengatakan...

Kenapa memilih jendela ketimbang pintu?
Ya, karena jika kita melihat dari 'jendela', kita bisa leluasa memandangi dunia tanpa harus risih diketahui orang lain.Itu saja.
Ya gadis itu memang mengawasi karakter yang saya ceritakan melalui pintu, bukan jendela. Tapi ada satu pesan dari cerita ini, bahwa yang terpenting bukanlah 'jendelanya' tapi bagaimana kita bisa mengamati orang lain dengan leluasa dan tak pernah mereka sadari. Itu yang terpenting. Jadi sekarang mungkin makin banyak media-media yang memiliki karakter seperti jendela yang saya kehendaki, salah satunya jejaring sosial dimana kita bisa leluasa mengamati tingkah polah orang lain tanpa risih diketahui mereka.
Dan satu pesan terpenting, tiap detik, tiap gerak, tiap hati kita berbisik, kita selalu diawasi, dan seringkali kita tak pernah menyadarinya.

Posting Komentar